Jumat, 28 April 2017

Makalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

BAB I
PENDAHULUAN


 1.1 Latar Belakang

            Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat hal ini juga berbanding lurus kebutuhan akan energi yang besar pula. Ditambah lagi dengan semakin maju suatu bangsa maka semakin besar pula kebutuhan akan energi terutama untuk kebutuhan industri. Cepat atau lambat minyak bumi sebagai penghasil sumber energi saat ini akan habis maka dari itu disamping kita menghemat penggunaan energi dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, kita juga harus mencari sumber alternatif energi baru untuk memenuhi kebutuhan energi yang tidak dapat dibendung lagi.  Sehingga penulis ingin membuat makalah tentang salah satu energi terbarukan  yaitu dengan sampah, yang dikelola sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau biasa kita sebut dengan PLTsa.              
            Sampah telah menjadi suatu masalah baru yang menyedot banyak  perhatian terutama di wilayah Bandung  ini karena banyaknya jumlah sampah yang setiap hari kita hasilkan baik dari rumah tangga ataupun dari limbah pabrik  tidak diimbangi dengan  pengolahan sampah yang terpadu sehingga membuat sampah menggunung. Hal ini telah banyak menimbulkan akibat mulai dari pemandangan yang tidak indah dipandang mata, pencemaran sungai Cikapundung,  Bau yang menyekat dari tumpukan sampah-sampah hingga banjir yang terjadi tiap tahun.  Padahal bila sampah ini dapat dikelola dengan baik  tidak hanya lingkungan kita yang bersih dan sehat  bahkan sampah dapat mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Dengan sumberdaya yang mudah didapat karena sampah adalah barang yang dibuang tiap harinya bahkan orang rela membayar uang sampah untuk membuang sampah agar tidak mengotori rumah dan lingkungannya. Sehingga menjadikan  sampah sebagai salah satu bahan yang ideal untuk diolah menjadi energi terbarukan.

1.2 Tujuan

Menjelaskan sampah merupaka solusi tepat sebagai penghasil sumber energi baru
Menjelaskan mekanisme proses sampah menjadi sumber energi berupa listrik di PLTsa
Mengetahui manfaat dan dampak dari pembangunan PLTsa

1.3 Rumusan Masalah

Apakah sampah merupakan solusi tepat menghadapi krisis energi yang terjadi ?
Bagaimana mekanisme proses menjadikan sampah menjadi energi listrik di PLTsa ?
Apa manfaat dan dampak dari pembangunan PLTsa ?

1.4 Manfaat

Mengatasi masalah kebutuhan krisis energi yang terjadi dengan bahan yang paling dekat dengan kita yaitu sampah
Mengurangi dampak sampah yang sudah sangat meresahkan
Mengurangi volume sampah dalam waktu yang relatif pendek




BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sampah Sebagai Sumber Masalah

Pola Pengelolaan Sampah sampai saat ini masih menganut paradigma lama dimana sampah masih dianggap sebagai sesuatu yang tak berguna, tak bernilai ekonomis dan sangat menjijikkan. Masyarakat sebagai sumber sampah tak pernah menyadari bahwa tanggung jawab pengelolaan sampah yang dihasilkan menjadi tanggung jawab dirinya sendiri.
Apabila sampah – sampah yang luar biasa ini mulai menjadi masalah bagi manusia, barulah manusia menyadari ketidak perduliannya selama ini terhadap sampah dan mulai menimbulkan kepanikan dan menghantui di mana – mana tanpa tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya.
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia, karena setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Sehari setiap warga kota menghasilkan rata-rata 900 gram sampah, dengan komposisi, 70% sampah organik dan 30% sampah anorganik. Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah.
Sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang di buang ke tempat sampah walaupun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri, tetapi merupakan sampah yang selalu menjadi bahan pemikiran bagi manusia.

2.2 Penanggulangan Sampah

Prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian dalam menanggulangi sampah misalnya dengan menerapkan Prinsip 4R (WALHI, 2004) yaitu:
Reduce (Mengurangi), sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Reuse (Memakai kembali), sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
Recycle (Mendaur ulang), sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
Replace ( Mengganti), teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih   ramah lingkungan. Misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami. Daripada mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat, minimisasi sampah harus dijadikan prioritas utama.

2.3 Pengolahan Sampah

Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup  60-70% dari total volume sampah. Selama ini pengelolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat, di buang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur.
Seharusnya  sebelum sampah dibuang dilakukan pengelompokkan sampah berdasarkan jenis dan wujudnya sehingga mudah untuk didaurulang dan/atau dimanfaatkan (sampah basah, sampah kering yang dipilah-pilah lagi menjadi botol gelas dan plastik, kaleng aluminium, dan kertas). Untuk tiap bahan disediakan bak sampah tersendiri, ada bak sampah plastik, bak gelas, bak logam, dan bak untuk kertas. Pemilahan sampah itu dimulai dari tingkat RT (Rumah tangga), pasar dan aparteme. Bila kesulitan dalam memilih sampah tersebut minimal sampah dipisahkan antara sampah basah (mudah membusuk) dan sampah kering (plastik,kaleng dan lain-lain)
Pemerintah sendiri menyediakan mobil-mobil pengumpul sampah yang sudah terpilah sesuai dengan pengelompokkannya. Pemerintah bertanggung jawab mengorganisasi pengumpulan sampah itu untuk diserahkan ke pabrik pendaur ulang. Sisa sampahnya bisa diolah dengan cara penumpukan (dibiarkan membusuk), pengkomposan (dibuat pupuk), pembakaran. Dari ketiga cara pengelolaan sampah basah yang biasa dilakukan dibutuhkan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang cukup luas. Selain itu efek yang kurang baikpun sering terjadi seperti pencemaran lingkungan, sumber bibit penyakit ataupun terjadinya longsor.




BAB III
ANALISIS


3.1 Cara Kerja Pltsa Gedebage

Selain dengan cara pengelolaan tersebut di atas ada cara lain yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung yaitu sampah dimanfaatkan menjadi sumber energi listrik (Waste to Energy) atau yang lebih dikenal dengan PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah).
Konsep Pengolahan Sampah menjadi Energi (Waste to Energy) atau PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga sampah) secara ringkas (TRIBUN, 2007) adalah sebagai berikut :
1. Pemilahan sampah
dipilah untuk memanfaatkan sampah yang masih dapat di daur ulang. Sisa sampah dimasukkan kedalam tungku Insinerator untuk dibakar.
1. Pembakaran sampah
Pembakaran sampah menggunakan teknologi pembakaran yang memungkinkan berjalan efektif dan aman bagi lingkungan. Suhu pembakaran dipertahankan dalam derajat pembakaran yang tinggi (di atas 1300°C). Asap yang keluar dari pembakaran juga dikendalikan untuk dapat sesuai dengan standar baku mutu emisi gas buang.
1. Pemanfaatan panas
Hasil pembakaran sampah akan menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk memanaskan boiler. Uap panas yang dihasilkan digunakan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan generator listrik.

3.2 Dampak Pltsa

Namun, dalam pelaksanakaannya ada beberapa dampak negatif dari PLTsa ini  yang menimbulkan kontroversi di masyarakat khususnya warga Perumahan Griya Cempaka Arum Gedebage yang letaknya tak jauh dari lokasi PLTsa karena tak semua pembakaran sampah terjadi secara sempurna. Dari hasil oksidasi yang terjadi, terdapat abu terbakarnya (fly ash ) yang mudah dihempas angin, bertebaran ke segala arah baik secara vertikal, horisontal dan horisontal frontal. Asap yang sarat uap logam berat, dioksin, furan dan jelaganya kaya akan asam klorida dan fluorida.
Zat-zat beracun tersebut akan terdegradasi dalam tubuh dan dalam jangka waktu panjang akan menganggu pernapasan, ginjal, hipertensi, tulang, reduksi penglihatan, sensor pendengaran dan koordinasi tubuh. Apalagi Timbal (Pb) dapat menyebabkan gangguan tidak berfungsinya sistem hematologik dan syaraf pusat, menurunkan taraf kecerdasan dan menyebabkan perilaku abnormal pada anak. Sedangkan Polycyclic aromatik compound, dioksin dan furan dapat merusak paru-paru, perut, ginjal dan liver.

3.3 Cara Penanggulangan Limbah

Maka dari itu untuk mengatasi limbah hasil PLTsa sehingga tidak membahayakan masyarakat ataupun merusak lingkungan sekitarnya, sebagai berikut :
Limbah Padat
Sisa dari proses pembakaran sampah adalah abu. Volume dan berat abu yang dihasilkan diperkirakan hanya kurang 5% dari berat atau volume sampah semula sebelum di bakar. Abu ini akan dimanfaatkan untuk menjadi bahan baku batako atau bahan bangunan lainnya setelah diproses dan memiliki kualitas sesuai dengan bahan bangunan.
Dikota-kota besar di Eropah, Amerika, Jepang dan Belanda, waste energy sudah dilakukan sejak berpuluh tahun lalu, dan hasilnya diakui lebih dapat menyelesaikan masalah sampah. Pencemaran dari PLTSa yang selama ini dikhawatirkan oleh masyarakat sebenarnya sudah dapat diantisipasi oleh negara yang telah menggunakan PLTSa terlebih dahulu. Pencemaran- pencemaran tersebut seperti :
Residu
Hasil dari pembakaran sampah yang lainnya adalah berupa residu atau abu bawah  (bottom ash)   dan abu terbang (fly ash) yang termasuk limbah B3, namun hasil-hasil studi dan pengujian untuk pemanfaatan abu PLTSa sudah banyak dilakukan di negara-negara lain. Di Singapura saat ini digunakan untuk membuat pulau, dan pada tahun 2029 Singapura akan memiliki sebuah pulau baru seluas 350 Ha (Pasek, Ari Darmawan, 2007).  PLTSa akan memanfaatkan abu tersebut sebagai bahan baku batako atau bahan bangunan.
Limbah Gas
Sisa gas buang akan diproses melalui pengolahan yang terdiri dari Dioxin. Dioxin adalah senyawa organik berbahaya yang merupakan hasil sampingan dari sintesa kimia pada proses pembakaran zat organik yang bercampur dengan bahan yang mengandung unsur halogen pada temperatur tinggi, misalnya plastic pada sampah, dapat menghasilkan dioksin pada temperatur yang relatif rendah seperti pembakaran di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) (Shocib, Rosita, 2005).
PLTSa sudah dilengkapi dengan sistem pengolahan emisi dan efluen, sehingga polutan yang dikeluarkan berada di bawah baku mutu yang berlaku di Indonesia, dan tidak mencemari lingkungan.
Gas buang hasil pembakaran akan dilakukan pada squenching chamber. Dari sini gas buang dissemprot dengan air untuk  menurunkan temperatur gas dengan cepat guna mencegah dioxin terbentuk lagi dan menangkap zat pencemar udara yang larut dalam air seperti NOx , SOx, HCL, abu, debu dan partikulat. Kemudian gas-gas hasil produk sampingan dari pembakarana sampah akan ditempatkan pada reaktor kemudian ditambah CaO sebanyak 12kg/ton sampah. Tujuannya untuk menghilangkan gas-gas asam. Pada saat gas dikeluarkan dari reaktor, pada gas akan disemburkan karbon aktif sebanyak 1 kg/ton sampah. Hal ini bertujuan untuk menyerap uap merkuri, dioksin, CO. Kemudian gas  akan dialirkan ke Bag Filler   dengan tujuan menyaring partikel.
Limbah Cair
Setiap sampah yang belum mengalami proses akan mengeluarkan bau yang tidak sedap baik saat pengangkutan maupun penumpukkan dan akan mengganggu kenyamanan bagi masyarakat umum.
Untuk menghindari bau yang berasal dari sampah akan dibuat jalan tersendiri ke lokasi PLTSa melalui jalan Tol, di sekeliling bagunan PLTSa akan ditanami pohon sehingga membentuk greenbelt (sabuk hijau) seluas 7 hektar. Selain itu bau yang ditimbulkan berada dalam bunker bertekanan negatif sehingga tidak akan keluar tetapu tersedot dalam pembakaran sehingga tidak menimbulkan bau sampah di luar bangunan.





BAB IV
PENUTUPAN


4.1  Kesimpulan

Sampah dapat digunakan sebagai salah satu sumber energi terbarukan yang efektif dan efisien
PLTsa merupakan salah satu alternatif untuk menyelesaikan masalah sampah yang sudah sangat meresahkan karena selain dapat mengurangi sampah juga dapat menghasilkan listrik 7 Megawatt dari 500-700 ton sampah tiap harinya.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari PLTSa adalah meningkatnya kadar emisi CO2 dan Metana yang berbahaya bagi tubuh dan lingkungan

4.2  Saran
Pemerintah bersama warga sebaiknya segera membangun PLTSa ini karena begitu banyak manfaatnya bahkan jika perlu kita dapat membuat PLTSa diseluruh provinsi di Indonesia
Pengembangan dan penelitian harus tetap dilakukan secara kontinyu agar PLTSa dapat lebih ramah lingkungan
Memberikan penyuluhan kepada masyarakat akan kepedulian sampah terutama dalam hal memisahkan antara sampah organik dan anorganik
Pengolahan limbah yang berwawasan lingkungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar