KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah Tentang “Ta’ziah” ini.
Makalah ini telah kami susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Cirebon, April 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan...................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Takziah.................................................................................................. 2
2.2 Hukum Takziah....................................................................................................... 3
2.3 Lafadz Dalam
Bertakziah........................................................................................ 3
2.4 Duduk Berkumpul
Sewaktu Takziah...................................................................... 6
2.5 Keutamaan Takziah................................................................................................. 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................. 8
3.2 Saran........................................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 9
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua
manusia pasti akan mati, namun tidak akan pernah diketahui kapan kematian itu
datang. Karena hal itu hanya Allah yang mengetahuinya. Manusia merupakan
makhluk sebaik-baik ciptaan Allah swt dan ditempatkan pada derajat yang tinggi.
Sehingga ketika meninggal pun Islam sangat memperhatikan dan menghormati
orang-orang yang meninggal.
Melakukan
Ta’ziyah termasuk dalam hal ibadah. Ta’ziyah tidak dapat dipisah dari
permasalahan jenazah. Sehingga para ulama pun telah banyak membahas
permasalahan ta’ziyah ini. Selain itu, ta’ziyah pun berhubungan dengan kegiatan
sosial sesama manusia. Karena didalamnya terdapat nilai tolong menolong.
Ta’ziyah
dilakukan sebagai bentuk belasungkawa kita kepada pihak yang tengah berduka.
Kita harus berusaha memberikan ketenangan kepada pihak yang tengah berduka,
berusaha menghibur, dan mendo’akan mayit serta keluarga yang ditinggalkan agar senantiasa
Allah SWT beri kesabaran kepada mereka.
Terdapat
nilai-nilai lain dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam berta’ziyah. Oleh
karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai pengertian ta’ziyah, hukum
berta’ziyah, lafadz ta’ziyah, duduk sewaktu ta’ziyah dan keutamaan-keutamaan
dalam ta’ziyah.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan dari pembahasan ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui pengertian ta’ziyah,
2. Untuk
mengetahui hukum dari ta’ziyah,
3. Untuk
mengetahui lafadz dalam berta’ziyah,
4. Untuk
mengetahui adab duduk saat berkumpul dalam ta’ziyah, dan
5. Untuk
mengetahui keutamaan-keutamaan dari ta’ziyah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Takziyah
Takziyah
asal katanya azza, artinya sabar. Oleh karena itu, takziyah berarti
menyabarkan dan menghibur orang yang ditimpa musibah dengan menyebutkan hal-hal
yang dapat menghapus duka dan meringankan penderitaannya.
Dalam
konteks muamalah Islam, takziyah adalah mendatangi keluarga orang yang
meninggal dunia dengan maksud menyabarkannya dengan ungkapan-ungkapan yang
dapat menenangkan perasaan dan menghilangkan kesedihan.
Orang
yang melakukan takziyah adalah mereka yang mampu merasakan kesedihan atau duka
yang dialami saudaranya. Hal ini jelas termasuk dalam kategori amar
ma’ruf nahi munkae yang merupakan salah satu pundamen ajaran Islam.
Lebih dari itu takziyah adalah aplikasi dari sikap tolong menolong dan bekerja
sama dalam kebaikan dan ketakwaan.
Ta’ziyah
adalah tashbir, anjuran untuk bersabar dan mengucapkan kata-kata yang
menghibur, mengurangi kesedihan dan meringankan musibah dari keluarga
mayit. Ta’ziyah termasuk kedalam firman Allah Swt:
“...Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah,
sungguh Allah sangat berat siksanya”. (Al-Maidah:2)
Takziyah adalah
perintah untuk bersabar. Kata “Aku bertakziyah pada seseorang.” Berarti aku
menyuruhnya bersabar. Kata “Al-Aza” adalah kata benda (isim) yang
diposisikan sama seperti takziyah. Hal ini sebagaimana yang
dikemukakan oleh An-Nawawi. Al-Azhari berkata,” Asal kata Takziyah adalah
memerintahkan seseorang untuk bersabar atas musibah yang menimpanya.”
Adapun
pendapat lain yaitu takziyah adalah memberikan hiburan dengan mengakatan,”
Bersabarlah dengan kesabaranAllah Swt.” Yang dimaksud dengan kesabaran Allah
Swt yaitu firman-Nya (QS. Al-Baqarah : 156). Makna “bersabarlah dengan
kesabaran Allah Swt” adalah bersabarlah dengan pemberian kesabaran yang
dilimpahkan Allah Swt, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-Nya dengan
dikatakan,”Engkau memiliki teladan pada diri si fulan, teman dekatnya telah
tiada, ia pun bersikap baik dan bersabar”.
Takziyah
dapat dilakukan saat seseorang meninggal dunia di kediamannya, di masjid, di
jalan pekuburan, setelah dikuburkan, atau kapan saja. Hal tersebut adalah baik.
2.2 Hukum Takziyah
Takziyah
hukumnya sunnah walau terdapat dzimmi sekalipun. Hal ini berdasarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi dari Amar bin Hazam dengan sanad
yang hasan. Bahwa Nabi saw. Bersabda:
“Tidak seorang mukmin pun yang datang
bertakziyah kepada saudaranya yang ditimpa musibah, kecuali akan diberi pakaian
kebesaran oleh Allah pada hari Kiamat.”
Takziyah
disunnahkan hanya satu kali. Takziyah mesti dilakukan terhadap seluruh kerabat
mayat, besar maupun kecil, laki-laki dan wanita, baik sebelum dikuburkan maupun
sesudahnya, hingga tiga hari setelah wafatnya. Kecuali bila yang akan
berkunjung atau yang hendak dikunjungi ia sedang bepergian, maka tidak mengapa
nelakukannya setelah lewatnya waktu tersebut.
Sebagian
ulama berpendapat bahwa makruh hukumnya berta’ziyah jika sudah lewat
tiga hari. Sebab, tujuan dari ta’ziyah yaitu menenangkan hati orang yang
ditimpa musibah. Biasanya hati seseorang itu akan tenang setelah lewat dari
tiga hari. Karena itu, tidak perlu diingatkan akan kesedihannya (dengan
didatangi untuk berta’ziyah).
Abul
Abbas seorang ulama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa tidak mengapa melakukan
ta’ziyah sesudah lewat tiga hari. Bahkan a’ziyah itu berlaku untuk selamanya,
meski masa telah berlaku.
Imam
An-Nawawiy berkata,” Pendapat yang tepat yaitu bahwa ta’ziyah itu tidaklah
dilakukan setelah lewat tiga hari, kecuali dalam dua keadaan seperti yang
diucapkan oleh ulama madzhab ini (Syafi’i), yaitu apabila orang yang akan
dita’ziyahi atau orang yang ditimpa musibah tidak ada (belum datang) pada waktu
pemakaman dan baru datang sesudah lewat tiga hari. Ta’ziyah setelah pemakaman
itu lebih utama daripada sebelumnya. Sebab keluarga si mayit sedang sibuk
mempersiapkan pemakamannya, dan bahkan kedukaan mereka.
Melakukan
takziyah pada keluarga yang tengah berduka menurut Sufyan Ats-Tsauri yaitu
takziyah setelah mayat dikubur tidaklah dianjurkan karena masalah ini telah
selesai dengan dikuburkannya mayat. Diriwayatkan dari Abdullah bin Abu
Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm dari ayahnya, dari kakeknya
dari Nabi saw, tuturnya “Tidaklah seorang mukmin yang melayat saudaranya karena
kemaksiatan melainkan Allah Azza wa Jalla akan mengenakannya mutiara kehormatan
pada hari kiamat.” (HR. Inmu Majah).
2.3 Lafadz dalam
Bertakziyah
Takziyah
boleh diucapkan dengan kata-kata apapun yang dapat meringankan musibah dan
menghibur serta menyenangkan hati dan mendorongnya untuk ridha, ikhlas dan mengharapkan
pahala di sisi Allah di balik musibah tersebut, serta percaya secara penuh
bahwa sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji. Jika seseorang
menggunakan kata-kata yang biasa dipakai Nabi saw., maka lebih utama.
Diriwayatkan
dari Bukhari dari Usamah bin Zaid ra.
“Aku
kirim putri Nabi saw., untuk menemuinya dan menyampaikan bahwa putraku telah
meninggal serta mengharapnya agar datang. Maka Nabi pun mengirim orang untuk
menyampaikan salam serta mengucapkan ‘Milik Allah apa yang diambil-Nya dan
milik-Nya pula apa yang diberikan-Nya, dan segala sesuatu pada-Nya memiliki
jangka waktu tertentu. Dari itu hendaklah engkau bersabar dan menabahkan hati.”
Diriwayatkan
oleh Thabrani, Hakim, dan Ibnu Mardawaih dari Mu’adz bin Jabal ra., dengan
sanad yang didalamnya terdapat seseorang yang lemah, bahwa Mu’adz kematian anak
laki-lakinya, maka Rasulullah saw., pun menulis surat kepadanya sebagai
takziyah, berbunyi “ Bismillahirrahmanirrahim. Dari Muhammad Rasulullah kepada
Mu’adz bin Jabal, semoga keselamatan terlimpah atasmu! Dan aku pujikan Allah
kepadamu yakni Yang Maha Esa yang tiada Tuhan selain Dia. Amma Ba’du.Semoga
Allah memberimu pahala yang besar dan mengilhamimu sifat sabar serta
mengaruniai kita semua rasa syukur. Karena baik jiwa, harta maupun keluarga
kita, itu adalah sebagian dari pemberian Allah yang nikmat dan titipan yang
dipertaruhkan-Nya. Diserahkan-Nya kepada kita agar kita menikmatinya dengan
gembira dan ditarik-Nya kembali dengan imbalan diberi-Nya pahala, dilimpahi-Nya
karunia, rahmat dan petunjuk-Nya.
Diriwayatkan
pula dalam musnadnya oleh Syafi’i dari Ja’far bin Muhammad yang diterimanya
dari bapaknya yang menerimanya pula dari kakeknya bahwa ketika Rasulullah saw.,
wafat dan datang masanya orang bertakziyah, tiba-tiba mereka mendengar suara
orang berkata, “ sesungguhnya Allah itu menjadi penghibur bagi segala musibah,
pengganti bagi yang rusak, dan menyusul bagi yang luput. Karena itu teguhkanlah
kepercayaan kepada Allah dan mengharaplah selalu kepada-Nya, karena yang
sebenarnya mendapat musibah adalah yang tidak memperoleh peluang buat
mendapatkan pahala.” (sanadnya lemah).
Beberapa
ulama berkata,” jika seorang muslim bertakziyah kepada muslim lainnya,
hendaknya ia mengucapkan,’Semoga Allah memberimu pahala yang besar dan
menghibur hatimu sebaik-baiknya, serta memberi keampunan bagi keluargamu yang
meninggal.”
Jika
seorang muslim bertakziyah kepada muslim, maka yang diucapkannya adalah “Semoga
Allah menghibur hatimu sebaik-baiknya, dan mengampuni keluargamu yang
meninggal.”
Seandainya
yang bertakziyah itu orang kafir kepada sesamanya, yang diucapkannya adalah
“Semoga Allah akan memberikan gantinya bagimu.”
Adapun jawaban takziyah
itu adalah mengucapkan amin dari pihak yang dikunjunginya dan mengiringinya
dengan “Semoga Allah memberimu pahala.”
Menurut
Ahmad, jika ia mau, ia dapat menyalami orang yang bertakziyah dan jika tidak,
juga tidak mengapa. Seandainya seseorang melihat orang yang ditimpa musibah itu
merobek pakaiannya, hendaknya ia tetap kunjungannya diteruskan. Hendaknya ia
tidak menghentikan kewajiban itu karena adanya kebatilan. Bahkan bila ia dapat
mencegahnya, maka itu baik sekali.
Imam
Ahmad memiliki dua pendapat mengenai menjenguk orang sakit kepada kalangan
kafir dzimmi yaitu:
1.
Boleh dijenguk, ini berdasarkan riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah
pernah menjenguk seorang anak orang Yahudi yang sedang sakit. Anak tersebut
pernah menjadi pembantu Nabi Saw, duduk di dekat kepalanya seraya
bersabda,”Masuklah ke dalam Islam”. Anak itu pun memandang ayahnya yang juga
berada di dekat kepalanya. Ayahnya berkata “Turutilah Abu Qasim”. Anak itu pun
masuk Islam. Nabi Saw berdiri dan bersabda,”Segala puji bagi Allah yang telah
menyelamatkannya dari neraka”. (HR. Bukhari). Hikmah menjenguk orang kafir
dzimmi yang sakit adalah mengharap agar ia masuk Islam. Namun, harapan ini
tidak terdapat dalam takziyah.
2.
Tidak boleh, karena Nabi saw, bersabda “Janganlah kalian memulai
salam terhadap mereka. Ucapan yang boleh diucapkan seorang muslim
ketika ketika bertakziyah kepada orang kafir yaitu “Semoga Allah
memberimu ganti dan tidak mengurangi kuantitasmu.”
Abu
Abdullah bin Battah berkata,”Boleh takziyah pada orang kafir. Semoga Allah
memberikan yang terbaik yang tidak diberikan pada seorang pun yang seagama
denganmu atas musibah yang menimpamu.”
Abu
Musa Al-Madini meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Umar ra,
“Rasulullah saw bersabda ‘Apabila engkau mendoakan salah seorang dari Yahudi
atau Nasranai, Ucapkanlah “Semoga Allah Swt memperbanyak harta dan anakmu.”.
Al-Hakim
dalam Mustadrak-nya meriwayatkan dan menyatakan, “Sanadnya sahih
bersumber dari hadis Anas bin Malik ra., tuturnya “Pada saat Rasulullah Saw
meninggal, para sahabat mengelilinginya, mereka berkumpul dan menangis.
Kemudian seseorang berjenggot putih dan berbadan besar serta rupawan masuk dan
melangkahi para sahabat Rasulullah Saw, seraya berkata, “Sesungguhnya Allah
memiliki takziyah dari setiap musibah, pengganti dari setiap yang meninggal dan
pengganti dari setiap yang berlalu. Kepada Allah lah hendaknya kalian bertobat
dan kepada-Nya lah hendaknya kalian memohon. Ia memerhatikanmu ketika tertimpa
musibah. Maka, samkanlah karena sesungguhnya orang yang tertimpa musibah adalah
orang yang tidak dipaksa.”Orang itu pun pergi. Abu Bakar dan ali berkata, “Ya,
ini adalah saudara Rasulullah Saw, Khidir As.”
2.4 Duduk Berkumpul
Sewaktu Takziyah
Takziyah
dilaksanakan dengan menghibur keluarga dan kaum kerabat dari yang meninggal,
lalu semua pergi menunaikan keperluan masing-masing tanpa seorangpun duduk
terlebih dahulu, baik yang berkunjung maupun yang dikunjungi. Inilah tuntunan
ulama shaleh.
Syafi’i dalam al-Umm
berkata,” Aku tidak suka duduk berkumpul itu, walau tidak disertai tangis
karena akan membangkitkan rasa duka dan membebankan biaya, di samping adanya
keterangan-keterangan yang melarangnya.”
Nawawi
berkata,” Menurut Syafi’i dan para sahabatnya, makruh duduk sewaktu takziyah.
Maksud duduk di sini adalah apabila keluarga mayat berkumpul di sebuah rumah
agar dapat dikunjungi oleh orang-orang yang hendak takziyah.”
Seharusnya
orang-orang itu pergi menunaikan keperluan masing-masing. Dalam hal ini, tidak
ada bedanya antara laki-laki dan wanita, kedua golongan sama-sama dimakruhkan
dudukberkumpul sewaktu takziyah. Hal ini ditegaskan oleh Muhamili yang
disampaikannya dari ucapan Syafi’i. Larangan yang dimaksudnya adalah larangan
makruh, yakni jika tidak disertai dengan hal yang dibuat-buat. Seandainya
dicampur dengan hal-hal lain berupa bid’ah yang diharamkan
sebagaimana biasa terjadi mengikuti tradisi, maka termasuk barang larangan yang
amat nista, karena hal itu dibuat-buat, sedangkan menurut hadits yang shahih,”
Bahwa segala hal yang dibuat-buat itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah berarti
sesat.”
Ahmad
dan banyak ulama golongan Hanafi menganut pendapat di atas. Akan tetapi,
orang-orang terdahulu dari golongan Hanafi berpendapat bahwa tidak ada salahnya
duduk bukan di masjid dalam waktu tiga hari untuk takziyah, asal tidak
melakukan hal-hal yang terlarang.
Oleh
karena itu, apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang di masa kini, yaitu
bertakziyah sambil duduk berkumpul, mendirikan tenda, membentangkan amparan,
serta menghamburkan uang yang tidak sedikit, termasuk hal-hal yang dibuat-buat,
dan bid’ah yang mungkar yang wajib dihindarkan oleh kaum muslimin dan terlarang
mengerjakannya. Apalagi banyak pula terjadi hal-hal yang bertentangan dengan
ajaran Al-Quran dan menyalahi Sunnah. Justru sebaliknya, ia sejalan dengan adat
istiadat jahiliah, misalnya menyanyikan ayat-ayat Al-Quran tanpa mengindahkan
norma dan tata tertib qira’at, tanpa menyimak dan berdiam diri, sebaliknya
asyik bersenda gurau dan merokok. Dan tidak hanya sampai di sini, tetapi
orang-orang hartawan melangkah lebih jauh lagi. Mereka tidak puas dengan
hari-hari pertama, tetapi mereka peringati pula hari keempat puluh untuk
membangkitkan kemungkaran-kemungkaran dan mengulangi bid’ah-bid’ah ini. Tidak
saja mereka peringati genap satu tahun masa wafatnya, tetapi juga genap dua
tahun dan seterusnya, suatu hal yang tidak sesuai dengan pikiran sehat dan
tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi.
2.5 Keutamaan Takziyah
Mengenai
hal tersebut terdapat keutamaan yang besar , hal ini berdasarkan hadist ‘Amr
bin Hazm bahwa Nabi Saw bersabda:
“Tidaklah seorang mukmin berta’ziyah kepada
saudaranya atas suatu musibah, melainkan Allah akan memakaikan kepadanya salah
satu dari pakaian kehormatan pada hari kiamat.”
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik, dari Nabi saw, bersabda:
“Barang
siapa yang berta’ziyah kepada saudaranya yang mukmin atas suatu musibah, maka
Allah akan memakaikan kepadanya pakaian yang berwarna hijau, yang akan
membuatnya senang pada hari kiamat.” Ada yang bertanya:”Wahai Rasulullah, apa
makna yubbar (membuat senang)?” Beliau menjawab:”Membuat orang
menginginkannya.”
Selain
itu nilai dan keutamaan lain dari takziyah adalah sebagai berikut:
1. Takziyah
dapat menumbuhkan ingatan manusia kepada kematian, bahwa setiap yang bernyawa
pasti akan mati.
2. Mewujudkan
hubungan baik antar manusia.
3. Takziyah
merupakan media untuk mengingatkan manusia terhadap sesuatu yang pasti yaitu
kematian.
4. Takziyah
dapat menangkal sifat keduniaan yang dimiliki oleh manusia.
5. Melalui
takziyah seseorang akan terdorong untuk introspeksi diri atas semua aktivitas
yang dilakukannya. Sehingga akan semakin tumbuh semangat mengisi hidup dengan
perbuatan baik dan amal shaleh.
6. Takziyah
mengarahkan manusia menjadi hamba Allah yang saleh dan bertakwa.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ta’ziyah
merupakan mengunjungi orang yang tengah mendapatkan musibah dimana ada salah
seorang yang meninggal, dengan memberikan ucapan agar keluarga bersabar,
memberikan dorongan agar senantiasa tabah, dan membahagiakan orang-orang yang
ditinggalkan.
Takziyah disunnahkan
hanya satu kali. Takziyah mesti dilakukan terhadap seluruh kerabat mayat, besar
maupun kecil, laki-laki dan wanita, baik sebelum dikuburkan maupun sesudahnya,
hingga tiga hari setelah wafatnya. Kecuali bila yang akan berkunjung atau yang
hendak dikunjungi ia sedang bepergian, maka tidak mengapa nelakukannya setelah
lewatnya waktu tersebut.
Jika
seorang muslim bertakziyah kepada muslim, maka yang diucapkannya adalah “Semoga
Allah menghibur hatimu sebaik-baiknya, dan mengampuni keluargamu yang
meninggal.” Seandainya yang bertakziyah itu orang kafir kepada sesamanya, yang
diucapkannya adalah “Semoga Allah akan memberikan gantinya bagimu.”Adapun
jawaban takziyah itu adalah mengucapkan amin dari pihak yang dikunjunginya dan
mengiringinya dengan “Semoga Allah memberimu pahala.”
Bertakziyah sambil
duduk berkumpul, mendirikan tenda, membentangkan amparan, serta menghamburkan
uang yang tidak sedikit, termasuk hal-hal yang dibuat-buat, dan bid’ah yang
mungkar yang wajib dihindarkan oleh kaum muslimin dan terlarang mengerjakannya.
Nilai
dan keutamaan lain dari takziyah yaitu takziyah dapat menumbuhkan ingatan
manusia kepada kematian, bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Mewujudkan
hubungan baik antar manusia, media untuk mengingatkan manusia terhadap sesuatu
yang pasti yaitu kematian, dapat menangkal sifat keduniaan yang dimiliki oleh
manusia. Melalui takziyah seseorang akan terdorong untuk introspeksi diri atas
semua aktivitas yang dilakukannya. Sehingga akan semakin tumbuh semangat
mengisi hidup dengan perbuatan baik dan amal shaleh.
3.2 Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun dan
kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga
ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar